Bojonegoro – Media sosial telah menjadi platform utama untuk berinteraksi, berbagi informasi, dan mengakses berbagai konten. Namun, kemudahan dan kecepatan akses ini juga membuka celah bagi penyebaran ideologi ekstrem dan radikalis. Radikalisme, yang merupakan pandangan ekstrem yang mengarah pada tindakan kekerasan atau terorisme, kini semakin mudah menyebar melalui media sosial.
Media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan platform video seperti YouTube, memberikan ruang yang luas bagi individu dan kelompok untuk menyebarluaskan ideologi mereka. Kemudahan dalam membuat akun dan berbagi konten memungkinkan penyebaran pesan radikal dengan cepat dan luas yang juga dapat memungkinkan pengguna untuk menyembunyikan identitas asli mereka atau menggunakan identitas palsu. Tentunya arus ini memudahkan penyebaran pesan radikal tanpa terdeteksi.
Informasi di media sosial menyebar dengan sangat cepat. Sekali sebuah pesan radikal terpublikasi hingga dapat mencapai ribuan orang melihat dan membaca dalam waktu yang sangat singkat, termasuk individu yang rentan terhadap ideologi ekstrem.
Seluruh instansi Pemerintah terus bekerjasama dalam menangkal aksi penyebaran radikalisme. Polres Bojonegoro meminta masyarakat Indonesia mewaspadai paparan radikalisme dan terorisme di media sosial (medsos) hingga menangkap tiga tersangka teroris yang terpapar radikalisme melalui media sosial baru-baru ini.
Sementara itu, Kasi Humas, Iptu Karyoto mengatakan penting untuk seluruh masyarakat melaporakan apabila mengetahui atau menemukan tindakan yang mengarah kepada penyebaran paham radikalisme seperti menyebarkan bahan-bahan propaganda Daulah Islamiyah atau Islamic State ataupun kelompok-kelompok teror jaringan lainnya. Hal ini merupakan salah satu upaya mencegah tindakan radikalisme dan terorisme sedini mungkin.
Aspek doktrin dan pemahaman pribadi sering disalahgunakan oleh kelompok ekstrem, di media sosial sangat memungkinkan untuk kelompok-kelompok radikalisme dan terorisme menyembunyikan jejaknya dengan komunikasi peer to peer tanpa terdeteksi.
Pesan-pesan radikal sering kali mengandung unsur kebencian dan permusuhan terhadap kelompok tertentu yang dapat memperburuk polarisasi sosial, menciptakan ketegangan antar kelompok, dan merusak kohesi sosial. Kelompok ekstrem dapat menggunakan media sosial untuk merekrut anggota baru dan sering menargetkan individu yang merasa terpinggirkan atau frustrasi dengan kondisi sosial dan ekonominya, menawarkan ideologi ekstrem sebagai solusi.
Generasi muda yang sangat aktif di media sosial lebih rentan terhadap pengaruh radikal. Paparan terhadap konten ekstrem sejak dini dapat memengaruhi pandangan dunia dan meningkatkan risiko terlibat dalam aktivitas radikal. Dalam kasus yang lebih ekstrem, ideologi radikal yang disebarkan melalui media sosial dapat mengarah pada tindakan kekerasan atau terorisme. Individu yang terpengaruh oleh ideologi ekstrem dapat melakukan serangan fisik atau terlibat dalam aktivitas terorisme.
Selain generasi muda, para pekerja di instansi pemerintah maupun swasta harus paham dan waspada dengan penyebaran paham radikalisme, terorisme dan intoleransi di lingkungan kerja. Kewaspadaan ini penting agar masyarakat, terutama pegawai, memiliki imunitas dalam menangkal penyebaran paham-paham tersebut. (*)