Bagaimana Kontraktor Lokal Bojonegoro Menangkap Peluang dari Lapangan Banyu Urip

Keterangan foto : Bagian Pengadaan EMCL sedang memberikan pelatihan peningkatan kapasitas kontraktor lokal

Bacaan Lainnya

Setidaknya 155 kontraktor lokal dari Kabupaten Bojonegoro, Tuban, dan Blora telah menyerap lebih dari Rp1,6 triliun nilai kontrak barang dan jasa dari kegiatan operasi Lapangan Minyak Banyu Urip dan Kedung Keris. Beberapa di antara mereka ada yang sudah menjadi mitra usaha lapangan migas lain di Jawa Timur, Kalimantan dan Papua.

Industri hulu minyak dan gas bumi termasuk, di Lapangan Banyu Urip dan Kedung Keris merupakan industri padat modal dan padat teknologi. Industri ini tidak padat karya sehingga tidak melibatkan banyak tenaga kerja. Sedangkan pada satu sisi, pemerintah menginginkan adanya dampak berganda yang langsung untuk masyarakat sekitar.

Agar masyarakat bisa menangkap peluang dan merasakan manfaat dari industri ini, operator Blok Cepu, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) melakukan pendampingan kepada masyarakat lokal. Mulai dari program berbasis potensi lokal, pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja, hingga pendampingan kepada para kontraktor lokal.

Untuk Program Pengembangan Masyarakat, EMCL menggandeng Non-Governmental Organization (NGO) lokal dari Bojonegoro, Tuban, dan Blora. Para NGO ini mendampingi dan memastikan perubahan positif di masyarakat sekitar operasi EMCL, baik bidang ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan.

Keterangan foto : Para kontraktor lokal sedang berdiskusi dengan pemateri dalam Pelatihan Peningkatan Kapasitas Vendor Lokal

 

Di sisi lain, untuk mengoptimalkan peran kontraktor lokal, EMCL mengajarkan dan mendampingi mereka dalam tata cara lelang, pembuatan tagihan, penghitungan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), hingga bagaimana cara mendaftarkan badan usaha dalam sistem vendor terintegrasi yang tersentralisasi di SKK Migas. Sejak 2015, EMCL telah memfasilitasi mereka untuk mengikuti 25 kali peningkatan kapasitas usaha tersebut.

Upaya tersebut diiringi dengan terbukanya peluang bagi mereka untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa. Tidak sedikit dari mereka kini berkembang menjadi perusahaan besar. Bahkan beberapa di antara mereka sudah melebarkan jaringan usaha ke wilayah migas di daerah lain, seperti Gresik, Kalimantan, hingga Papua.

“Saya meyakini, dalam ikhtiar apapun, kita harus terus belajar. Baik itu kerja maupun berbisnis, kita tetap harus terbuka, belajar, terus memperbaiki diri, dan pantang menyerah,” ucap Mukhlas, Direktur PT Pangastuti Excellence dari Desa Gayam, Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro.

Keterangan foto : PT Pangastuti Exellence, kontraktor asal Gayam, kini sudah berkembang dan menjadi perusahaan yang dikenal di industri migas, khususnya di antara perusahaan pengeboran.

 

Hal senada disampaikan, Mintarsih. Pengusaha perempuan dari Desa Bonorejo ini mengakui bahwa banyak kontraktor lokal yang berhasil, namun juga tidak sedikit yang berhenti. Kata dia, perbedaan di antara mereka adalah cara menyikapi masalah dan sikap profesional dalam bekerja. Orang yang tidak mau belajar akan dengan sendirinya terseleksi alam.

Industri hulu migas tentu tidak selamanya. Akan ada masa ketika sumbernya berkurang dan menyisakan sedikit peluang. Oleh karena itu, EMCL mendorong para pengusaha lokal ini untuk terus memperluas jaringan dan memanfaatkan setiap peluang yang ada.

“Kita bertumbuh bersama masyarakat dan pengusaha lokal. Hal ini sudah menjadi bagian terpadu dalam cara kami beroperasi,” ucap External Engagement and Socioeconomic Manager EMCL, Tezhart Elvandiar.

Menurutnya, kolaborasi yang baik akan menghasilkan pencapaian terbaik. Kita turut andil dalam kerja bersama guna membantu memenuhi kebutuhan energi Indonesia.(ric/red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *